
DPR Pastikan Revisi UU TNI Tak Menghidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
DPR Pastikan Revisi UU TNI Tak Menghidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) TNI terus menjadi sorotan publik. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan bahwa baik pihak aktivis maupun DPR telah sepakat untuk memastikan bahwa revisi UU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Kesepakatan ini dicapai setelah pertemuan antara para aktivis dan anggota DPR yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Selasa (18/3/2025).
Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (19/3/2025), Usman Hamid menyampaikan bahwa kesepakatan tersebut bertujuan untuk menjunjung tinggi supremasi sipil dalam sistem pemerintahan. “Pada akhirnya, kami bersama-sama menyepakati bahwa revisi Undang-Undang TNI tidak boleh menjadi jalan bagi kembalinya peran ganda militer dalam ranah sipil. Supremasi sipil harus tetap ditegakkan,” ujar Usman di hadapan wartawan.
DPR Pastikan Revisi UU TNI Tak Menghidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
Kekhawatiran Aktivis terhadap RUU TNI
Sejak awal, para aktivis hak asasi manusia telah menyampaikan berbagai catatan kritis terhadap rancangan revisi UU TNI. Mereka menyoroti beberapa pasal yang berpotensi membuka peluang bagi militer untuk kembali terlibat dalam ranah sipil, yang dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi dan reformasi sektor keamanan yang telah diperjuangkan sejak era reformasi 1998.
Menurut Usman Hamid, salah satu kekhawatiran utama adalah adanya usulan dalam draf revisi yang memungkinkan perwira TNI aktif untuk kembali menduduki jabatan sipil tertentu. Jika ini diterapkan, maka akan membuka peluang bagi militer untuk kembali berperan dalam pemerintahan, sebagaimana terjadi di masa lalu saat masih berlaku doktrin dwifungsi ABRI.
“Kami mengingatkan bahwa reformasi 1998 telah memberikan mandat untuk memisahkan peran militer dari ranah politik dan pemerintahan sipil. Oleh karena itu, upaya apa pun yang mengarah pada kembalinya dwifungsi harus dicegah,” tegas Usman.
DPR Tegaskan Komitmen Menjaga Supremasi Sipil
Merespons kekhawatiran tersebut, anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan revisi UU TNI menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk tidak menghidupkan kembali dwifungsi militer. Salah satu anggota Komisi I DPR yang hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa tujuan utama revisi adalah untuk memperkuat profesionalisme TNI, bukan untuk membawa kembali peran mereka dalam ranah sipil.
“Kami memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh para aktivis dan masyarakat sipil. Revisi ini bertujuan untuk memastikan TNI semakin profesional dan tidak terlibat dalam urusan politik maupun pemerintahan sipil,” ujar salah satu anggota DPR yang enggan disebutkan namanya.
Menjaga Netralitas TNI di Era Demokrasi
Dalam sistem demokrasi, pemisahan antara militer dan pemerintahan sipil menjadi prinsip fundamental. Salah satu langkah penting dalam reformasi sektor keamanan di Indonesia adalah menghapus peran ganda militer yang sebelumnya mencakup tugas di bidang pertahanan serta keterlibatan dalam politik dan birokrasi pemerintahan.
Para pengamat kebijakan publik menilai bahwa langkah ini harus terus dijaga agar tidak terjadi kemunduran demokrasi. Jika ada celah dalam revisi UU TNI yang memungkinkan militer kembali aktif di ranah sipil, maka hal tersebut bisa menjadi langkah mundur bagi demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat sipil terus mengawasi proses pembahasan revisi undang-undang ini agar tetap sejalan dengan semangat reformasi.
Kesimpulan
DPR dan aktivis telah sepakat untuk memastikan bahwa revisi UU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Kesepakatan ini lahir sebagai bentuk komitmen dalam menjaga supremasi sipil dan memastikan TNI tetap berada dalam jalur profesionalisme sesuai dengan perannya dalam sistem pertahanan negara. Dengan terus mengawasi jalannya revisi UU ini, diharapkan demokrasi Indonesia tetap terjaga dan tidak mengalami kemunduran ke era sebelum reformasi.